Sasaran Investasi Muslim Masa Depan

Sasaran Investasi Muslim Masa Depan
Membelanjakan harta agar melahirkan generasi mulia melalui pembangunan pesantren, sekolah dan PT akan mendatangkan kemuliaan

SEBAGIAN orang memikirkan pentingnya investasi. Dengan anggapan investasi sangat diperlukan untuk masa depan.
Sebagian beranggapan, berinvestasi sejak usia muda bakal menyelamatkan kondisi keuangan dan dinilai cara jitu untuk mengamankan kondisi keuangan.

Tidak heran ada orang yang sudah memiliki satu rumah namun masih terus berupaya menambah propertinya, alasannya ya investasi. Tanah, rumah, atau apapun yang dinilai dapat meningkatkan nilai uang di masa depan akan banyak diburu.
Secara empiris, teori materialis seperti ini memang memberikan keuntungan langsung, selama kehidupan di dunia. Tetapi, benarkah itu sebuah investasi hakiki? Atau ada investasi lain yang absolut yang dapat menjamin kebaikan hidup kita, tidak saja di dunia tetapi juga di akhirat?

Buya Hamka pernah menuliskan hal ini dalam bukunya Falsafah Hidup, “Dapat makan dua kali sehari, pakaian dua persalinan, rumah yang cukup udaranya untuk tempat diam, dapat menghisap udara dan bergerak, kita sudah dapat hidup. Cuma nafsu jugalah yang meminta lebih dari itu, sehingga di dalam memenuhi keperluan hidup, kerapkali manusia lupa akan kesederhanaan.” (Falsafah Hidup, halaman 189).

Lebih jauh adalah penting memperhatikan dengan penuh kesadaran bahwa setiap harta yang diperoleh dan dibelanjakan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Ta’ala.
Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (terjemahnya):

Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba nanti pada hari kiamat, sehingga Allah akan menanyakan tentang (4 perkara:) (Pertama,) tentang umurnya dihabiskan untuk apa. (Kedua,) tentang ilmunya diamalkan atau tidak. (Ketiga,) Tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan ke mana dia habiskan. (Keempat,) tentang tubuhnya, capek/ lelahnya untuk apa.” (HR Tirmidzi dan Tirmidzi)

Artinya, jangan pernah merasa diri bebas membelanjakan amanah harta yang Allah berikan, terutama mereka yang dititipin kekayaan dalam jumlah besar bahkan sangat besar, sehingga hidup dipenuhi agenda belanja dunia sampai lupa untuk bersegera belanja akhirat dan menyesal di dalam kubur. Allah SWT berfirman (terjemahnya):

Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang sholeh.” (QS. Al-Munafiqun [63]: 10).

Dengan demikian adalah sebuah kerugian jika umat Islam yang hidupnya dimudahkan jalan mendapatkan kekayaan terperosok pada pandangan materialisme, sehingga lupa pada investasi akhirat yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan.

Lantas bagaimana berinvestasi Muslim yang sesungguhnya?

Pertama, amal jariyah

Amal jariyah secara khusus adalah membelanjakan harta untuk kepentingan umat Islam. Misalnya bersedekah untuk pembangunan masjid, rumah sakit atau pun fasilitas umat lainnya.

Dari Anas Radhiyallahu anhu, beliau mengatakan, ”Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ada tujuh hal yang pahalanya akan tetap mengalir bagi seorang hamba padahal dia sudah terbaring dalam kuburnya setelah wafatnya (yaitu): Orang yang yang mengajarkan suatu ilmu, mengalirkan sungai, menggali sumur, menanamkan kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf atau meninggalkan anak yang memohonkan ampun buatnya setelah dia meninggal.” (HR. Al-Bazzar).

Jadi, harta yang berlebih, silakan digunakan untuk memenuhi kepentingan diri dan keluarga, tapi jangan lupa untuk membelanjakannya bagi kebahagiaan diri dan keluarga di akhirat, yakni dengan banyak beramal jariyah.

Kedua, wakaf

Wakaf adalah bentuk kecerdasan finansial tingkat tinggi yang berdimensi spiritual dan menjanjikan keuntungan tak terbatas waktu dan jumlahnya.

Hal ini tidak lain karena wakaf menjamin harta terus mengalirkan pahala, karena harta wakaf tidak boleh berpindah kepemilikan. Kalaupun berpindah kepemilikan karena ditukar (ruilslaag), ada penggantinya dan biasanya lebih baik.

Kemudian, jika wakaf dikelola secara produktif, profesional, dan amanah; nilai nominal harta wakaf akan bertambah, penerima manfaatnya semakin banyak dan luas, dan pahala bagi wakif (orang yang menyerahkan wakaf) diyakini akan semakin besar. (Buletin Al-Awqaf, Badan Wakaf Indonesia, edisi No. 1 Tahun 2015)

Lebih dari itu, wakif akan mendapatkan berkah doa dari orang-orang yang mendapatkan manfaat dari harta wakaf. Dan, orang yang menyerahkan wakaf akan meninggalkan nama baik meski sudah meninggal dan anak cucunya akan bangga dengan wakaf yang diserahkan oleh kedua orangtuanya.

Sederhananya, wakaf itu investasi sekali, untungnya tiada henti, tak terbatas ruang dan waktu, terus mengalirkan kebaikan dari dunia hingga akhirat. Muslim sejati yang dianugerahi kekayaan, tidak mungkin akan meninggalkan investasi bernama wakaf ini.

Dengan demikian, seorang Muslim investasinya tidak saja berdimensi material, tetapi juga spiritual. Sebuah investasi yang secara substansial sangat berbeda dengan manajemen dan investasi kekayaan secara konvensional, yang mengedepankan individualisme.

Terlebih hari ini tantangan terbesar umat Islam adalah bagaimana melahirkan sumber daya manusia yang unggul secara intelektual dan akhlak, maka membelanjakan harta sebagai wujud investasi untuk melahirkan generasi yang cerdas keilmuan dan mulia dari sisi akhlak melalui pembangunan pesantren, sekolah dan perguruan tinggi kader Muslim benar-benar akan mendatangkan kemuliaan tiada henti dari Allah Ta’ala di dunia dan akhirat, insya Allah.*

Rep: Imam Nawawi
Editor: Cholis Akbar

Inilah Sasaran Investasi Muslim Masa Depan

, , , , ,

  1. Tinggalkan komentar

Tinggalkan komentar